Jumat, 29 Januari 2016

Gerhana 1983, Astronom Dunia Berkumpul di Borobudur Sampai Rumah Bu Diyah

Yogyakarta - Saat peristiwa Gerhana Matahari Total (GMT), 11 Juni 1983 atau 33 tahun yang lalu banyak mendapat perhatian dunia internasional terutama para ahli astronomi dari berbagai negara seperti Perancis, Amerika Serikat, Jerman Barat, Jepang dan Inggris. Mereka ingin meneliti peristiwa GMT atau Total Solar Eclipse yang paling langka terjadi.

Selain itu peristiwa GMT di Indonesia waktu itu merupakan terlama dalam sejarah gerhana. Lama gerhana matahari total selama lebih dari 5 menit. Hal itu berarti GMT yang lebih lama dibandingkan yang pernah terjadi negara lain di tahun-tahun sebelumnya.

Pemerintah Indonesia waktu itu memusatkan kegiatan pengamatan GMT dari kawasan Candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah. Di tempat itu disiarkan langsung stasiun TVRI bekerja sama dengan NHK Jepang. Namun pada ahli astronomi dunia ada yang memilih kegiatan pengamatan di tempat lain seperti Yogyakarta, Sleman, Bantul, Boyolali, Solo dan Purworejo.

Waktu itu ada ratusan pengamat asing dan dari Indonesia termasuk mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dari berbagai disiplin ilmu yang ikut mengamati dan meneliti.

Berdasarkan berita yang dimuat Harian Kedaulatan Rakyat, hari Kamis Wage, 2 Juni 1983 ada sekitar 86 astronom yang mengamati GMT di Boyolali. Mereka mulai berdatangan. Salah satunya, dua orang astronom dari Manchester University of England. Mereka adalah M. Poirier dan D. James yang sudah membawa peralatan lengkap.

Di Boyolali mereka menginap di rumah Ny Diyah Subroto di Kampung Sidodadi dengan ongkos sewa Rp 25 ribu/hari. Mereka tinggal di rumah itu hingga tanggal 14 Juni 1983.

Saat itu Pemerintah Kabupaten Boyolali telah membentuk seksi penelitian GMT, yang dikepalai Drs Sutikno telah mendata dan mencatat sebanyak 82 orang astronom asing yang akan datang, termasuk dari Jepang. Rombongan dari Jepang tidak menginap di Boyolali tapi di Solo. Selain itu ada rombongan dari Italia sebanyak 40 orang, Jerman Barat sebanyak 3 orang, Institut Pertanian Bogor (IPB) sebanyak 100 orang dan mahasiswa dari Jakarta sebanyak 100 orang.

Selain di Boyolali di Lapangan Bayan kabupaten Purworejo juga ada banyak pengamat asing yang melakukan pengamatan GMT dari wilayah itu. Sementara itu Pemda Jawa Tengah mencatat adar 1.873 turis asing yang datang ke Jawa Tengah yang akan menyaksikan peristiwa GMT.
sumber : http://news.detik.com/berita/3124674/gerhana-1983-astronom-dunia-berkumpul-di-borobudur-sampai-rumah-bu-diyah

Begini Cara Aman Melihat Gerhana Matahari Total


Begini Cara Aman Melihat Gerhana Matahari Total Gerhana matahari (Foto: Istimewa/Getty Images)
Jakarta - Gerhana matahari total akan terjadi di Indonesia pada 9 Maret 2016 pagi hari. Langit di pagi hari yang tiba-tiba berubah gelap karena gerhana matahari total ini akan menjadi pemandangan yang menarik dan indah untuk diamati.

Pengamatan gerhana matahari total ini tidak berbahaya asal dilakukan dengan cara-cara yang aman. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin menjelaskan sinar gerhana matahari total tidak akan membuat mata buta, justru saat gerhana total mencapai puncaknya maka itu adalah saat yang tepat untuk melihat keindahan korona atau mahkota matahari secara langsung tanpa penghalang.



Cara yang aman untuk mengamati gerhana adalah saat matahari perlahan tertutup bulan dan kondisi langit berangsur menjadi gelap (gerhana matahari sebagian) dianjurkan untuk menggunakan filter atau kacamata khusus untuk melihat matahari. Cara melihatnya juga jangan terlalu fokus karena saat itu matahari belum semuanya tertutup dan sebagian sinar matahari masih memancar kuat hingga bisa merusak retina mata.


Contoh pengamatan menggunakan kacamata khusus gerhana (Foto: Istimewa/Getty Images)


"Jadi menyaksikan beberapa menit, tidak terlalu asik, sesekali melihat ke tempat lain dan tidak fokus ke matahari itu akan aman-aman saja," ucap Thomas.

Gerhana matahari total (Foto: Istimewa/Getty Images)


Saat matahari tertutup total dan langit menjadi gelap, filter yang melindungi mata bisa dilepas. Keindahan gerhana matahari total bisa disaksikan langsung dengan mata. Namun harus diingat, jangan terlalu lama menatap karena durasi gerhana matahari total ini hanya 2 sampai 3 menit saja. Setelah itu matahari akan tersibak dan langit kembali cerah. Saat matahari mulai tersibak maka filter mata harus dipakai agar cahaya matahari tidak merusak retina.

"Ketika bulan mulai tersibak lepas dari matahari, maka piringan matahari yang terang itu akan menyilaukan sekali padahal pupil mata sedang membesar dan itu yang bisa merusak retina mata," kata Thomas.

Gerhana matahari sebagian (Foto: Istimewa/Getty Images)


Soal tempat, Thomas menyarankan melihatnya di lokasi lapang yang tidak terhalang pohon atau benda lainnya. Misalnya saja pantai, lapangan atau tempat yang tinggi.

Thomas mengimbau agar warga bisa melihat fenomena yang indah ini, jangan sampai keindahan gerhana matahari total justru dihindari seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1983 lalu. Kala itu warga begitu takut melihat gerhana matahari total secara langsung karena adanya anggapan sinar matahari saat gerhana bisa membuat mata buta.

"Kita harus sosialisasi kepada masyarakat kalau melihat fenomena gerhana matahari itu aman asal tidak terlalu asik melihatnya. Jadi jangan ada lagi pembohongan massal yah seperti tahun 1983, gerhana matahari berbahaya, orang suruh masuk ke dalam rumah, jendela-jendela rumah dikunci," ucap Thomas.

Sementara itu komunitas astronomi Langit Selatan dalam websitenya mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati gerhana matahari total. Untuk Gerhana Matahari Total 2016 di Indonesia, akan ada area yang bisa menikmati momen ketika matahari sepenuhnya ditutupi bulan, akan tetapi ada juga daerah yang hanya akan mengalami gerhana matahari sebagian. Untuk bisa menikmati gerhana matahari di tahun 2016, ada aturan yang harus selalu diingat.

Aturan itu adalah ketika matahari masih tampak di langit, jangan pernah melihat matahari dengan mata tanpa alat. Gunakan filter matahari pada kacamata matahari selama pengamatan. Jangan gunakan kacamata hitam, film yang diekspos, CD, atau filter lainnya, karena dapat membahayakan mata.

Ketika terjadi totalitas selama 2-3 menit, matahari sudah tidak tampak dan pengamat bisa melihat langsung ke korona matahari. Akan tetapi, segera setelah totalitas berakhir dan matahari tampak kembali, kenakan kacamata gerhana yang sudah dilengkapi filter matahari untuk menyaksikan gerhana sebagian.

 
Ilustrasi: Mindra Purnomo
SUMBER : http://news.detik.com/berita/3116542/begini-cara-aman-melihat-gerhana-matahari-total

3 Menit Gerhana Matahari Total yang Mempesona


3 Menit Gerhana Matahari Total yang Mempesona Foto: Ilustrasi: Mindra Purnomo
Jakarta - Gerhana Matahari Total (GMT) yang akan terjadi pada 9 Maret 2016 merupakan fenomena yang spesial karena hanya terjadi di Indonesia. Durasi waktunya pun layak dinanti karena hanya berlangsung dalam hitungan menit.

"Durasinya pas di daerah sentralnya (dilewati bayangan gerhana) itu sekitar 3 menit. Di pinggirnya 2 menit, jadi lama gerhana itu sekitar 3 sampai 2 menit," ucap Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin saat berbincang dengan detikcom di kantornya, Jalan Pemuda Persil No.1 Rawamangun, Jakarta Timur beberapa waktu lalu.

Namun perlu dicatat bahwa durasi tersebut hanya untuk proses gerhana matahari totalnya saja. Sementara untuk proses menuju gerhana matahari total sampai selesai memerlukan waktu hingga hitungan jam. Setiap daerah yang dilintasi juga berbeda-beda waktunya, misalnya di Palembang durasi gerhana akan terjadi selama 1 menit 52 detik. Warga di sana bisa menyaksikan matahari secara perlahan akan tertutup bulan sejak pukul 06.20 WIB.

Saat itu suasana yang terang perlahan akan menjadi gelap karena sedikit demi sedikit matahari akan tertutup. Puncaknya matahari akan tertutup total pada pukul 07.20 WIB. Saat inilah warga bisa menikmati keindahan atmosfer matahari atau korona yang tidak akan bisa dilihat jika tidak terjadi gerhana. Atmosfer matahari akan terlihat bersinar indah di tengah gelapnya langit.

Gerhana matahari (Foto:Istimewa/Getty Images)


Momen saat matahari tertutup total inilah yang banyak diabadikan dengan kamera atau video. Warga juga bisa menyaksikannya dengan mata telanjang tanpa harus menggunakan filter atau kacamata.
"Pada saat matahari tertutup, korona atau mahkota matahari bisa terlihat dengan indah. Kalau hari-hari biasa nggak bisa dilihat karena kalah oleh cahaya matahari yang terang. Warnanya indah sekali, merah, hijau, kuning gitu," jelas Thomas.

Keindahan gerhana matahari total ini hanya berlangsung 2 sampai 3 menit, setelah itu secara perlahan matahari akan tersibak. Sinar matahari yang terang akan kembali memancar ke bumi dan kondisi langit berangsur cerah. Saat ini warga sudah tidak bisa menyaksikan dengan mata telanjang karena sinar matahari berbahaya untuk mata. Di Palembang gerhana matahari total akan selesai pukul 08.31 WIB.




Durasi yang singkat dan hanya bisa disaksikan di Indonesia dengan rentang waktu yang tidak setiap tahun membuat fenomena ini begitu banyak dinanti. Selain di Palembang ada beberapa daerah lainnya yang akan dilintasi gerhana matahari total. Berikut daftarnya dalam infografis:


 
Ilustrasi: Mindra Purnomo Detikcom Photo
 
SUMBER : http://news.detik.com/berita/3116209/3-menit-gerhana-matahari-total-yang-mempesona

Saat Hewan Malam 'Tertipu' Gerhana Matahari Total


Saat Hewan Malam Tertipu Gerhana Matahari Total Foto: Thinkstock
Jakarta - Selain berdampak pada perubahan cuaca yang menjadi lebih gelap, ternyata Gerhana Matahari Total (GMT) juga bisa 'menipu' hewan-hewan malam. Tak hanya itu, banyak juga mitos-mitos yang beredar di masyarakat terkait GMT ini. Apa saja?

Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin mengatakan walaupun gerhana matahari total hanya berlangsung singkat yakni 2 sampai 3 menit namun bisa menimbulkan perubahan perilaku pada hewan-hewan karena menganggap malam telah datang. Misalnya saja ayam masuk kandang karena mengira waktu sudah petang, padahal gerhana matahari terjadi di siang hari.

"Siang tiba-tiba gelap itu binatang-binatang di malam hari menunjukkan perubahan perilaku. Itu memang ada penelitian, misal ayam ada perubahan perilaku mulai gelap berubah masuk kandang, serangga di malam lebih aktif," kata Thomas saat berbincang dengan detikcom di kantornya, Jalan Pemuda Persil No.1 Rawamangun, Jakarta Timur beberapa waktu lalu.

Thomas mencontohkan GMT yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1983 lalu, saat itu matahari tertutup bulan dan menjadi gelap seperti waktu petang. Saat itu, korona atau atmosfer matahari yang sehari-hari tidak bisa terlihat karena sinar yang bergitu terang menjadi bisa terlihat. Fenomena istimewa dan indah.

"Ketika gelap piringan matahari tertutup seperti kondisi Magrib, tapi kalau Magrib masih ada senjanya. Kalau ini, gelap ada cahayanya lembut sekali, suasana seperti ada cahaya bulan, gelap. Masih bisa lihat sekitar tapi remang-remang. Di ufuk timur mataharinya tidak terlihat tapi koronanya kelihatan," jelasnya.

Selain berpengaruh pada perilaku hewan, GMT juga berkaitan dengan mitos-mitos yang ada di masyarakat. Misalnya saja ibu hamil harus bersembunyi di kolong tempat tidur agar anak yang ada dalam kandungan tidak belang seperti gerhana yang hitam. Ada juga tidak boleh keluar rumah karena berbahaya terkena pancaran gerhana.

Thomas menegaskan tidak ada hubungan antara gerhana dengan ibu hamil atau sinar matahari yang berbahaya saat gerhana.

"Gerhana matahari tidak memancarkan radiasi yang berbeda dari pada radiasi yang ada pada matahari. Gerhana matahari total itu radiasi matahari tertutup oleh bulan tidak berbahaya sama sekali," kata Thomas.

"Gerhana sama sekali tidak memiliki pengaruh terhadap mahluk hidup. Gerhana itu seperti halnya peredaran bulan mengitari bumi kemudian pada suatu saat matahari berada dalam satu garus lurus. Jadi tidak terjadi dampak apapun bagi manusia dan pengaruh buruk. Itu hanya mitos-mitos lama," tambahnya
sumber : http://news.detik.com/berita/3120546/saat-hewan-malam-tertipu-gerhana-matahari-total

Antara Penjelasan Ilmiah dan Mitos Raksasa Makan Matahari

Peristiwa matahari terhalang oleh bulan sehingga sebagian wilayah di bumi menjadi gelap secara ilmiah disebut dengan peristiwa gerhana. Namun  ternyata di sejumlah daerah gerhana ini sering dikatikan dengan mitos-mitos yang ada.

Misalnya di Jawa, ada mitos yang menyebut fenomena gerhana ini terjadi saat  raksasa jahat yang sangat berkuasa Batara Kala atau Rahu menelan matahari karena dendam kepada Dewa Matahari. Untuk membantu Dewa Matahari, orang-orang diminta untuk menumbuk lesung dan membuat suara berisik.

"Warga disuruh menumbuk lesung agar Sang Surya bisa lepas," kata  Avivah Yamani, salah satu pengurus komunitas astronomi Langit Selatan saat berbincang dengan detikcom di Cihampelas Walk, Bandung beberapa waktu lalu.

"Kalau di Maluku Utara, katanya setan atau suanggi makan matahari, lalu hrs bikin bunyi-bunyian atau tarian, agar suanggi atau setan melepas matahari. Tapi itu kan cuma mitos," tambahnya.

Sementara untuk pengaruh pada kehidupan, Avivah mengatakan gerhana matahari tidak berpengaruh untuk manunsia. Justru fenomena ini bisa berpengaruh pada hewan.

"Ada pengaruhnya ke hewan-hewan. Di mana hewan siang akan bersiap tidur karena disangka malam, dan hewan malam akan keluar karena disangka sudah malam," ucapnya.


Foto: Istimewa/Getty Images


Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin. Menurutnya walaupun gerhana matahari total hanya berlangsung singkat yakni 2 sampai 3 menit namun bisa menimbulkan perubahan perilaku pada hewan-hewan karena menganggap malam telah datang. Misalnya saja ayam masuk kandang karena mengira waktu sudah petang, padahal gerhana matahari terjadi di siang hari.

"Siang tiba-tiba gelap itu binatang-binatang di malam hari menunjukkan perubahan perilaku. Itu memang ada penelitian, misal ayam ada perubahan perilaku mulai gelap berubah masuk kandang, serangga di malam lebih aktif," kata Thomas
sumber : http://news.detik.com/berita/3121874/antara-penjelasan-ilmiah-dan-mitos-raksasa-makan-matahari

4 Mitos Gerhana Matahari Total di Dunia, Tuhan Marah Hingga Penyebaran Racun


4 Mitos Gerhana Matahari Total di Dunia, Tuhan Marah Hingga Penyebaran Racun Ilustrasi mitos gerhana karena matahari dimakan raksasa (Ilustrator: Andhika Akbarayansyah/detikcom)
Jakarta - 9 Maret 2016 akan terjadi gerhana matahari total di Indonesia. Sebagian daerah Indonesia yang dilewati totalitas gerhana akan mengalami kegelapan karena sinar matahari terhalang bumi.

Kegelapan ini menjadi kajian ilmiah bagi para peneliti, bukan hanya di Indonesia tetapi juga dunia. Di balik peristiwa ilmiah gerhana ternyata ada sejumlah mitos yang menyertainya. Berikut 4 mitos seputar gerhana yang dilansir oleh mirror.co.uk pada 10 Maret 2015.

1. Tuhan Marah

Gerhana matahari istimewa(Getty Images/Detikcom)


Bangsa di masa Yunani Kuno percaya gerhana matahari merupakan tanda dari kemarahan Tuhan dan merupakan tanda akan terjadinya bencana dan keburukan di muka bumi.

Kata gerhana (eclipse) sebenarnya berasal dari bahasa Yunani Kuno 'ekleipsis'  yang artinya 'ditinggalkan'.

2. Orang Hamil Dilarang Keluar Rumah

ilustrasi ibu hamil (Foto:thinkstock)


Mitos popular dan masih dipercaya disejumlah kebudayaan adalah gerhana matahari bisa berbahaya bagi wanita hamil. Sehingga mereka diharuskan berada di dalam rumah selama gerhana berlangsung.

Jika wanita hamil keluar rumah saat gerhana maka saat lahir anaknya akan buta dan memiliki bibir sumbing.

3.  Makanan Terpapar Racun

Ilustrasi: Getty Images


Di beberapa daerah di India, beberapa orang menolak makan selama gerhana matahari. Mereka menjauhi makanan yang belum dimakan.

Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa makanan yang dimasak saat gerhana matahari sudah terpapar racun dan kotor.

4. Matahari Dimakan

Ilustrator: Andhika Akbarayansyah/detikcom


Di banyak kebudayaan, ada cerita gerhana terjadi karena matahari dimakan atau dicuri. Misalnya saja pada mitologi kuno yang mengatakan matahari hilang karana dicuri atau dimakan oleh serigala.

Agar serigala ketakutan dan memuntahkan kembali matahari, orang-orang harus membuat suara berisik dengan memukul benda-benda yang ada di dalam rumah.

sumber : http://news.detik.com/berita/3122609/4-mitos-gerhana-matahari-total-di-dunia-tuhan-marah-hingga-penyebaran-racun

KISAH Mahasiswa dan Dosen di Yogyakarta Melawan Larangan Nonton Gerhana 1983

Gencarnya larangan menonton gerhana matahari total pada 11 Juni 1983 rupanya tak menyurutkan niat melihat fenomena langka itu. Instruksi itu banyak diabaikan oleh mahasiswa dan dosen di Yogyakarta.

Salah satunya adalah Muzakkir (58) yang saat itu masih kuliah di Universitas Islam Indonesia. Saat gerhana terjadi, Muzakkir memilih keluar dari asrama dan melihat gerhana. "Memang sebulannya itu di Yogyakarta sudah ada sosialisasi dari pemerintah untuk tidak melihat," kata Muzakkir kepada detikcom, Selasa (26/1/2016).

Muzakkir mengingat kala itu macam-macam alasan disampaikan agar masyarakat tidak melihat gerhana. Salah satunya adalah sinar matahari saat gerhana bisa membuat mata buta."Saya tidak percaya dengan larangan pemerintah dan segala macamnya," kata pria yang kini bekerja sebagai konsultan di Jakarta.

Saat keluar dari asrama buat melihat gerhana itu, Muzakkir benar-benar sendirian. Teman-temannya lebih memilih menonton dari televisi. Ia juga mendapati tak ada orang di jalan.

Muzakkir bercerita, saat gerhana terjadi, hari yang terik perlahan redup seperti mendung, kemudian udara mulai sejuk. "Yang dramatis waktu totalnya, gelap dan dingin sekali. Saya kaget kok bisa dingin," ujarnya.

Hingga kini, Muzakkir menyayangkan pemerintah yang tidak membolehkan masyarakat keluar saat gerhana matahari total yang menurutnya sangat memukau itu. Ia tak habis pikir mengapa pemerintah malah menakut-nakuti masyarakat.

Muzakkir tak sendirian melawan larangan pemerintah. Sekitar 500 dosen dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta juga melawan imbauan itu.

Mereka berkumpul di kawasan kampus Bulaksumur dan menikmati gerhana dengan bimbingan R.G. Rijmer, peneliti dari Amateur Astronomers Inc. "Pemerintah ini gimana sih, rugi besar jika tak melihat gerhana," kata Nardi Utomo, mahasiswa FISIPOL UGM.

Rombongan peneliti UGM di Parangtritis juga mengajak sekitar 200 penduduk setempat menonton gerhana secara langsung. Saat gerhana matahari total mencapai puncaknya, Dr. Sugeng Martopo yang memimpin rombongan itu berseru, "Lihat saja, lihat saja, tidak apa, sayang dilewatkan!"

Saat itu pengamatan oleh peneliti UGM ini didampingi Bupati Bantul Soeherman. Bersama istrinya, Soeherman berdecak kagum melihat langsung keindahan gerhana matahari total.
sumber ; http://news.detik.com/berita/3128194/kisah-mahasiswa-dan-dosen-di-yogyakarta-melawan-larangan-nonton-gerhana-1983

Kisah Warga Sragen Melawan Anjuran Pemerintah untuk Lihat Gerhana 1983

Larangan melihat gerhana matahari total  tahun 1983 di wilayah Pulau Jawa sangat masiv, bahkan ada ancaman bila melihat gerhana secara langsung bisa menimbulkan kebutaan. Hal tersebut juga terjadi di Sragen, Jawa Tengan, seluruh kota seperti kota mati pada saat gerhana, tetapi ada kisah menarik tentang satu keluarga yang justru berkeliling kota pada saat itu. Bagaimana kisahnya?

"Waktu itu nggak ada yang boleh keluar, semua genting diselimutin. Sumur yang digali pun ditutupi pakai kardus jadi ventilasinya ditutup semua pakai lakban, kecuali rumah saya. Bapak saya bilang nggak usah, gerhana itu biasa aja, kebetulan rumah saya juga di jalan raya," ujar Setyawan Murdono dalam keteranganan kepada detikcom, Selasa (26/1/2016).

Setyawan kemudian menceritakan bagaimana sebelum hari H, pemerintah melakukan sosialisasi besar-besaran mengenai bahaya melihat gerhana matahari total. Banyak spanduk bahaya gerhana terpampang di wilayah sekitar Sragen. Pengurus RT/RW setempat juga beberapa kali melakukan penyuluhan mengenai bahaya melihat gerhana.

"Waktu itu saya tinggal di sebuah kota kecil di Sragen, saya ingat betul saya masih kelas 3 SMP. Sebelum hari H banyak spanduk berisi larangan juga ancaman melihat gerhana waktu itu. Selain itu di banyak tempat juga digelar penyuluhan yang isinya ancaman, kurang lebih isinya seperti ini "Kalau mau buta silakan saja lihat gerhana". Saya sendiri 2 atau 3 kali mengikuti penyuluhan," ungkapnya.

Akibat sosialiasi itu banyak warga ketakutan dan memilih untuk mengikuti anjuran pemerintah dan pihak keamanan untuk tidak keluar rumah untuk melihat gerhana matahari total. Ia menggambarkan suasana Sragen waktu itu seperti kota mati, jalanan sunyi, benar-benar tidak ada aktivitas. Setyawan dan keluarganya memilih untuk keluar rumah dan melawan anjuran tersebut karena penasaran ingin melihat langsung apa yang sebenarnya terjadi. Ia pun sempat ditegur polisi yang tengah berpatroli.

"Pas saya keliling, suasananya benar-benar sepi, kaya kota mati. Pokonya suasananya kaya ada mau kiamat, kemudian saya lanjut jalan ke stadion ada orang orang Jepang bawa teropong . Pas hari H saya malah jalan-jalan terus diusir usir sama polisi patroli. Ketakutan yang luar biasa, tapi bapak saya bilang ya gapapa, jadi kami tetap keliling," katanya.

Saat berkeliling, Ia sempat memperhatikan apa saja yang terjadi. Ia melihat bagaimana aktivitas hewan peliharaannya dan aktivitas tanaman putri malu yang banyak tumbuh disekitar lingkungannya. Ia menambahkan saat berkeliling, Ia hanya melihat orang Jepang yang tengah melakukan penelitian dan para polisi yang sedang berpatroli.

"Saya perhatikan hewan-hewan peliharaan saya, ternyata hewan peliharaan pada masuk ke rumah karena mengira sudah sore. Rumah saya kan besar, hewannya nggak dikurung dan pas gerhana langsung masuk semua, kemudian saya perhatikan lagi, putri malu itu menutup semua, jadi seperti menjelang sore," ucap Setyawan.

Setyawan berharap untuk gerhana matahari total 9 Maret 2016 nanti tidak terjadi lagi pembodohan massal terhadap masyarakat. Dia mengatakan dampak kebutaan saat melihat gerhana matahari total itu tidak benar sama sekali. Jadi, ia mengimbau untuk masyarakat luas untuk bisa menikmati gerhana yang terjadi tahun ini.

"Untuk gerhana tahun ini, jangan ada kebodohan-kebodohan seperti tahun 1983. Katanya habis ngelihat gerhana bisa buta, wong saya sampai sekarang masih bisa melihat kok, alhamdulillah," tutupnya.
sumber : http://news.detik.com/berita/3128549/kisah-warga-sragen-melawan-anjuran-pemerintah-untuk-lihat-gerhana-1983

Gerhana 1983, Indonesia Larang Menonton, Malaysia Justru Anjurkan Melihat


Gerhana 1983, Indonesia Larang Menonton, Malaysia Justru Anjurkan Melihat Foto: Bagus Setyo Nugroho
Jakarta - Ketika pemerintah Indonesia sibuk melarang penduduknya menonton gerhana matahari total 11 Juni 1983, sebaliknya Malaysia justru kampanye cara aman menyaksikan fenomena alam itu. Kementerian Kesehatan Malaysia menyarankan melihat gerhana antara lain lewat pantulannya di ember berisi air.

Malaysia sebenarnya hanya dilintasi gerhana sebagian pada 1983. Saat itu gerhana matahari memang eksklusif di Indonesia, mulai dari Pangandaran, Jawa Barat, bergerak ke Sulawesi Selatan sebelum berakhir di Samudera Pasifik.

Namun gerhana sebagian itu dinikmati dengan antusias oleh warga Kuala Lumpur mulai pukul 10.55 waktu setempat (09.55 WIB). Puncak gerhana terjadi sekitar pukul 12.00 waktu setempat ketika dua pertiga matahari tertutup bulan.

Selain melihat lewat air di ember dan baskom, mereka juga melihatnya melalui negatif film dan kamera yang lensanya dilapisi kaca tebal yang telah dilumuri tinta.

Seperti diberitakan Antara, ketika itu matahari yang panasnya menyengat perlahan melembut sinarnya. Penduduk Malaysia menikmati gerhana matahario tersebut selama sekitar satu jam dari awal hingga matahari kembali normal.

Momen langka yang dilewatkan oleh mayoritas penduduk Indonesia itu membingungkan astronom asing yang khusus datang buat melihat gerhana. "Para pengamat asing banyak yang heran mengapa pada hari gerhana penduduk sembunyi di rumah masing-masing," tulis dokter Edwin Djuanda dalam bukunya Gerhana Matahari Total 1983.

Edwin berpendapat, gerhana 1983 adalah momen luar biasa yang sayang sekali jika dilewatkan. "Gerhana kali ini sangat bersih dan cemerlang, korona sangat jelas dan jernih."
sumber : http://news.detik.com/berita/3127708/gerhana-1983-indonesia-larang-menonton-malaysia-justru-anjurkan-melihat

Saat Warga Dilarang Lihat Langsung Tapi Ratusan Ilmuwan Malah Datangi Indonesia


Saat Warga Dilarang Lihat Langsung Tapi Ratusan Ilmuwan Malah Datangi Indonesia Dokumen gerhana matahari total 1983 (Foto: Repro/ Bagus Kurniawan-detikcom)

Yogyakarta - Peristiwa Gerhana Matahari Total (GMT) atau Total Solar Eclipse yang terjadi pada hari Sabtu 11 Juni 1983 atau sekitar 33 tahun lalu adalah peristiwa langka di dunia. GMT terpanjang terjadi pada pukul 11.29 WIB selama 5 menit 4 detik. Peristiwa itu juga bisa disaksikan dari seluruh penjuru nusantara. Sementara itu di negara-negara lain seperti di Afrika hanya terjadi kurang dari satu menit.

Peristiwa langka ini justru tak bisa disaksikan oleh rakyat Indonesia kala itu. Pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto melalui Menteri Penerangan (Menpen) Harmoko melarang rakyat menyaksikan GMT secara langsung. Rakyat ditakuti akan bahaya yang bakal terjadi ketika menyaksikan GMT secara langsung tanpa menggunakan alat pelindung, terutama bahaya radiasi sinar infra merah ataupun lontaran partikel-partikel matahari.

Rakyat hanya bisa menyaksikan siaran langsung Stasiun TVRI bekerjasama dengan televisi NHK Jepang dari Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Namun sebaliknya, pemerintah Indonesia memberikan kebebasan kepada para ilmuwan ahli bidang astronomi untuk melihat dan menelitinya. Berbagai peneliti dunia datang ke Indonesia waktu itu.

Repro (Foto: Bagus Kurniawan/detikcom)



Di kawasan Candi Borobudur Magelang yang baru saja diresmikan purna pugarnya oleh Presiden Soeharto, saat itu ada sekitar 50 orang dari Stasiun TVRI dan NHK Jepang yang bertugas menyiarkan siaran langsung. Selain siaran langsung, lumut-lumut yang menempel di relief-relief Candi Borobudur juga diteliti kemungkinan adanya atau terkena dampak radiasi akibat GMT. Beberapa kamera terpasang untuk memantau di sekitar candi.

Repro (Foto: Bagus Kurniawan/detikcom)


Pada hari Jumat, 10 Juni 1983 ada lebih dari 400 orang pengamat asing yang datang untuk mengamati GMT dari kawasan Yogyakarta. Selain itu ada sekitar 1.800-an turis asing yang datang ke Yogyakarta untuk menyaksikan GMT.

Repro (Foto: Bagus Kurniawan/detikcom)


Sekitar 500 orang mengamati dari wilayah Kabupaten Boyolali, Magelang dan Purworejo. Mereka menyaksikan dari berbagai tempat yang telah disediakan. Saat itu di lapangan ditugaskan aparat TNI dan Polri untuk mengawasi dan mendata para pengamat asing. Untuk mendapatkan izin pengamatan saat itu, pengamat asing juga tidak gratis, mereka harus membayar sekitar 7 USD/orang.

sumber : http://news.detik.com/berita/3124033/saat-warga-dilarang-lihat-langsung-tapi-ratusan-ilmuwan-malah-datangi-indonesia

Istimewanya Gerhana Matahari 1983


Istimewanya Gerhana Matahari 1983 Ilustrasi (Foto: Mindra Purnomo)

Yogyakarta - Peristiwa gerhana matahari total pada 11 Juni 1983 termasuk istimewa karena termasuk gerhana terlama, yakni lebih dari 5 menit. Gerhana 1983 juga jadi gerhana matahari total terlama di Indonesia setelah 1901 yang terjadi selama 6,5 menit.

Apalagi bayangan umbra bulan pada gerhana ini melewati daerah yang padat penduduknya sehingga menarik untuk jadi objek berbagai penelitian. Gerhana 1983 melewati tenggara Jawa Barat, yakni di sekitar Pangandaran, lalu hampir seluruh Jawa Tengah kecuali sebelah utara, dan Jawa Timur kecuali di sebelah selatan.

Lalu gerhana "melompat" ke Sulawesi Selatan, mulai dari Danau Tempe ke pesisir selatan, serta Sulawesi Tenggara mulai Kendari sampai Pulau Buton. Kepulauan Aru dan Papua bagian selatan juga dilintasi.

Spesialnya gerhana ini diungkapkan Dr. Sergei Koutchmy, astronom Astronom CNRS (National Center for Scientific Research) di Instuitute d'Astro Paris yang berkunjung ke Jawa Tengah pada Juni 1983. Menurutnya, gerhana Indonesia lebih lama di negara lain dibandingkan seperti di Uni Soviet pada 1912 yang hanya 105 detik dan Afrika pada 31 Juli 1973 yang cuma 74 detik.

Koutchmy mengatakan, pihaknya mempelajari sifat fisika matahari dan membawa peralatan seberat 250 kg berupa teleskop matahari. Koutchmy bersama timnya yang terdiri dari tujuh peneliti mengamati gerhana di daerah Cepu dan Yogyakarta. "Kami berusaha sebaik mungkin dalam pengukuran-pengukuran secara cermat saat GMT dan hal ini tidak boleh meleset sedikit pun," ujarnya.

sumber : http://news.detik.com/berita/3125304/istimewanya-gerhana-matahari-1983

Gerhana Matahari Total 1983, Fenomena Alam yang Istimewa Namun Dianggap Bahaya


Gerhana Matahari Total 1983, Fenomena Alam yang Istimewa Namun Dianggap Bahaya Foto Ilustrasi gerhana matahari (Istimewa/Getty Images)
Yogyakarta - Sekitar 33 tahun lalu tepatnya pada hari Minggu, 11 Juni 1983, wilayah Indonesia pernah mengalami peristiwa seperti yang akan terjadi tahun ini, yakni Gerhana Matahari Total (GMT) atau Total Solar Eclipse.

Bedanya, GMT 2016 orang-orang bisa bebas menyaksikan fenomena alam yang indah ini. Sementara pada tahun 1983 itu, zaman pemerintahan Orde Baru, rakyat tidak boleh melihat GMT secara langsung.

Masyarakat saat itu oleh Menteri Penerangan (Menpen) Harmoko diminta untuk tidak keluar rumah atau menyaksikan peristiwa GMT secara langsung tanpa alat dan melihat dari luar rumah. Pemerintah melalui aparat TNI dan Polri melarang warga menyaksikan langsung secara beramai-ramai. Bahkan di wilayah Jawa Timur, aparat keamanan menyita puluhan alat teropong yang akan digunakan warga untuk melihat gerhana.

Repro (Foto: Bagus Kurniawan/detikcom)


Kala itu informasi yang beredar soal gerhana bisa dibilang 'menyeramkan' yakni bila menyaksikan langsung dengan mata telanjang akan terkena dampak radiasi infra merah atau percikan atau lontaran partikel-partikel gas dari matahari. Rakyat waktu itu ditakut-takuti kalau melihat langsung bisa mengakibatkan gangguan mata hingga mengalami kebutaan.

GMT 1983 terjadi dengan durasi yang lama dan diwaktu siang hari pukul 11.29 WIB. Ini merupakan GMT terpanjang yang terjadi yakni sekitar 5 menit 4 detik.

Rakyat 'dipaksa' berada di dalam rumah dan hanya boleh menyaksikan GMT dari siaran langsung Stasiun TVRI saja. Padahal gerhana matahari total 1983 itu menjadi perhatian dunia internasional terutama para ahli dari luar negeri yang banyak berdatangan ke Indonesia.

Repro (Foto: Bagus Kurniawan/detikcom)


Stasiun TVRI waktu itu menyiarkan siaran langsung bekerja sama dengan televisi NHK Jepang. Siaran langsung dilakukan di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah yang baru saja diresmikan purna pugarnya oleh Unesco pada awal tahun 1983 oleh Presiden Soeharto. TVRI menyiarkan langsung GMT mulai pukul 09.00-13.00 WIB.

Warga masyarakat pun saat itu mematuhi aturan yang keluarkan Presiden Soeharto melalui Menpen Harmoko. Rakyat hanya bisa menyaksikan peristiwa GMT dari siaran televisi yang saat itu masih televisi hitam putih.

Berdasarkan data yang dimuat oleh Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, pemberitaan soal GMT saat itu sangat gencar terutama pada awal bulan Juni 1983. Salah satu berita yang dimuat adalah pada tanggal 1 Juni 1983 adalah berita berjudul "Polda Jatim Sita 20 Teropong GMT".

Alat teropong yang dijual bebas atau beredar di pasaran itu disita aparat gabungan Polda Jatim dan Kodam X Brawaijaya Jawa Timur dari wilayah Kecamatan Rengel Kabupaten Bojonegoro. Aparat keamanan menyita dan meminta warga untuk tidak menggunakannya saat GMT berlangsung dan hanya boleh melihat dari siaran televisi.

Rumah-rumah warga, terutama bagian lubang angin, hewan ternak peliharaan seperti sapi, kerbau dan kambing serta burung peliharaan perkutut untuk di sembunyikan. Lubang angin rumah harus disumbat. Sapi atau hewan terbnak lainnya matanya harus ditutup kain saat di kandang. Sedangkan burung perkutut harus disembunyikan di bawah kolong tempat tidur.

 
Repro (Foto: Bagus Kurniawan/detikcom)


Selain itu, RSU Dr Sardjito Yogyakarta juga menyiapkan tim Satgasus (Satuan Tugas Khusus) untuk menangani korban akibat melihat langsung GMT. Adanya pelarangan yang dianggap berlebihan itu ternyata juga mendapat reaksi dari kalangan akademisi Universitas Gadjah Mada dari Pusat Penelitian dan Studi Lingkungan Hidup (PPSLH), yakni Dr Salahuddin Jalal Tanjung dan Dr Sugeng Martopo. Mereka mengkritisi tindakan pemerintah yang dianggap berlebihan dalam menyikapi fenomena gerhana.

sumber : http://news.detik.com/berita/3123870/gerhana-matahari-total-1983-fenomena-alam-yang-istimewa-namun-dianggap-bahaya

Ibu Hamil Dilarang Nonton Gerhana karena Bahaya, Benarkah?


Ibu Hamil Dilarang  Nonton Gerhana karena Bahaya, Benarkah? Foto: Thinkstock- Ilustrator: Andhika Akbarayansyah/detikcom

Isu:
Saat gerhana matahari, ibu hamil harus bersembunyi di kolong tempat tidur agar anak yang ada dalam kandungan tidak belang seperti gerhana yang hitam. Ibu hamil juga tidak boleh keluar rumah karena berbahaya terkena pancaran gerhana.


Investigasi:
Gerhana matahari merupakan fenomena alam di mana posisi bulan berada di antara matahari dan bumi. Sinar matahari yang harusnya jatuh ke permukaan bumi jadi terhalang oleh bulan. Bayangan bulan yang jatuh ke bumi membuat sebagian bumi menjadi gelap.

Saat itu, korona atau atmosfer matahari yang sehari-hari tidak bisa terlihat karena sinar yang bergitu terang menjadi bisa terlihat. Fenomena gerhana itu tidak berbahaya justru merupakan hal yang istimewa dan indah. Kepala  Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Thomas Djamaluddin  menegaskan tidak ada hubungan antara gerhana dengan ibu hamil atau sinar matahari yang berbahaya saat gerhana.

"Gerhana matahari tidak memancarkan radiasi yang berbeda dari pada radiasi yang ada pada matahari. Gerhana matahari total itu radiasi matahari tertutup oleh bulan tidak berbahaya sama sekali," kata Thomas.

Kesimpulan:
Ibu hamil dilarang melihat gerhana karena bisa berdampak buruk bagi ibu dan bayi adalah tidak benar atau hoax.

sumber :  http://news.detik.com/berita/3124679/ibu-hamil-dilarang-nonton-gerhana-karena-bahaya-hoax-atau-fakta

Mitos yang Bikin Masyarakat Jawa Takut Gerhana 1983

Datangnya gerhana matahari total 11 Juni 1983 lebih banyak menimbulkan kegemparan dan ketakutan bagi masyarakat di Pulau Jawa. Penyebabnya, sebagian penduduk Jawa ketika itu masih mempercayai mitos seputar gerhana.

Ketika itu Sumarsono, seorang penarik becak di Semarang, asal Desa Ngelo Kecamatan Ngelo Kabupaten Demak, Jawa Tengah, masih percaya gerhana adalah matahari yang dimakan Batara Kala. Menurut dia, orang harus menggagalkan upaya Kala dengan cara menabuh alat bebunyian seperti kentongan, kaleng kosong, perkakas dapur, dan lesung.

Tanaman juga harus diselamatkan. Pohon-pohon buah seperti pohon mangga dan kelapa harus dipukul batangnya agar terhindar dari serangan Batara Kala. Tanaman sawah, lanjut dia, seperti padi, jagung, ketela, dan palawija lainnya ditolong dengan cara disirami air.

Saat gerhana, Sumarsono pulang ke kampung halamannya demi menyelamatkan sepetak sawah miliknya dan tanaman di rumahnya. "Saya akan pulang menyelamatkan tanaman, sebab bila tidak berarti sumber sandang, pangan bagi istri dan anak akan habis," katanya seperti dilansir Kedaulatan Rakyat terbitan 3 Juni 1983.

Sumarsono mengatakan, ternak juga harus dibangunkan agar selamat dengan cara dicambuki menggunakan dahan pohon. Saat gerhana matahari total, beberapa hewan memang tertipu akan gelapnya suasana dan tidur karena mengira sudah malam.

Selain cerita Sumarsono tadi, banyak media juga memberitakan ketakutan perempuan hamil terhadap gerhana. Ada keyakinan Batara Kala juga mengincar perempuan hamil sehingga harus bersembunyi.

Bahkan mereka dianjurkan sembunyi di kolong tempat tidur agar tidak keguguran. Mereka yang meyakini mitos ini percaya bila perempuan hamil melanggar anjuran sembunyi itu, maka akibatnya bisa berbahaya.



Ilustrator: Zaki Alfarabi
Sumber  : https://news.detik.com/berita/3125686/mitos-yang-bikin-masyarakat-jawa-takut-gerhana-1983

Polisi Patroli Cegah Masyarakat Menonton Gerhana 1983

Pemerintah rupanya merasa imbauan larangan menonton gerhana matahari total 11 Juni 1983 tak cukup. Demi menjamin tak ada yang membandel, polisi pun dikerahkan untuk menghalau masyarakat agar masuk ke rumah pada saat gerhana.

Kepolisian bahkan menggelar patroli khusus untuk mengingatkan masyarakat agar tidak menonton gerhana secara langsung. Patroli dilanjutkan hingga hari terjadinya gerhana demi mencegah masyarakat keluar rumah dan menonton gerhana. "Yang jelas pihak kami akan mengadakan patroli keliling dan pengarahan kepada masyarakat lebih gencar," kata Komandan Wilayah 96 Yogyakarta Kolonel (Pol.) Soeharsono ketika itu.

Kepala Kepolisian Dserah Jawa Tengah ketika itu, Mayjen (Pol.) JFR Montolalu bahkan menduga ada upaya kaum subversif yang ingin memanfaatkan momen gerhana. Hal senada juga disampaikan oleh Panitia Gerhana Matahari Total. "Bisa jadi usaha (kaca mata gerhana) ditunggangi oleh unsur subversif dengan tujuan untuk membutakan bangsa kita," kata dokter Bambang dari tim kesehatan Panitia Gerhana Matahari Total.

Sebenarnya penugasan patroli gerhana ini juga bikin polisi cemas, karena mereka pun takut menjadi buta. "Masyarakat diperintah tidak keluar, lha, polisi kok justru boleh mondar-mandir?" kata Kabag Ops Koresta II Surabaya, Kapten (Pol.) Mulyono Paiman ketika itu kepada wartawan. Akhirnya, Mulyono memutuskan polisi tetap bertugas di jalan, tapi saat gerhana dimulai petugas harus masuk ke pos polisi agar tidak terkena sinar gerhana.

Benarkah mata bisa menjadi buta karena melihat gerhana matahari total? Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan gerhana jika melihatnya dengan tata cara yang aman, maka tidak berbahaya.

Thomas meluruskan imbauan keliru pada 1983 yang malah melarang melihat gerhana matahari total pada saat puncaknya. "Saat gerhana matahari totalnya, justru bisa melihat langsung, kita nikmati tanpa dihalangi kacamata atau filter," ujarnya.

Namun ia mengingatkan agar berhati-hati ketika melihat gerhana. Thomas menjelaskan, ketika matahari tertutup bulan dan langit menjadi gelap, maka pupil mata membesar. Ia mengingatkan, jangan terlalu asik melihat gerhana karena ketika bulan mulai bergerak, maka piringan matahari yang terang itu akan menyilaukan sekali padahal pupil mata sedang membesar. "Itu yang bisa merusak retina mata,
embutakan itu pada saat peralihan dari gelap ke terang. Matahari walaupun cahaya sedikit itu pasti menyilaukan," ujarnya.


Sederet Fakta Lucu yang Dialami Warga Indonesia saat Gerhana Matahari Total 1983


Sederet Fakta Lucu yang Dialami Warga Indonesia saat Gerhana Matahari Total 1983

1. Soeharto Menginstruksikan, Harmoko Menyebarkan

Juni 1983, Menteri Penerangan Indonesia, Harmoko, menginstruksikan dengan gencar agar masyarakat tidak menatap langsung gerhana matahari di tanggal 11 Juni 1983 karena berpotensi menyebabkan kebutaan.

Pengumuman ini menjadi booming seketika dan langsung membuat resah. Apalagi peringatan bahaya ini datang langsung dari Soeharto yang di tahun 80an pengaruhnya begitu kuat.
Harmoko sendiri juga mengampanyekan peringatan ini ke gubernur-gubernur yang kemudian diturunkan lagi sampai ke telinga masyarakat.
Praktis, tak ada yang meragukan bahaya ini, semua orang pun siap bersembunyi di hari kejadian
2. Jutaan Spanduk dan Selebaran Disebar

Tak cukup dengan instruksi langsung dari Harmoko yang kemudian turun ke hirarki pemerintahan yang lebih rendah, pemerintah juga makin membuat warga takut gerhana dengan banyaknya selebaran dan spanduk yang disebar.

Isinya pun sama, larangan untuk melihat GMT secara langsung. Bahkan selebarannya sendiri disebar melalui pesawat-pesawat biar bisa menjangkau area yang lebih luas.
Stasiun televisi nasional pun tak luput pula melakukan imbauan. TVRI bahkan menyarankan agar masyarakat melihat gerhana dari televisi saja atau mungkin mendengarkan siaran langsungnya lewat RRI.
Bahkan di bioskop-bioskop pun imbauan ini dipertontonkan dulu sebelum film diputar. Sebegitunya pemerintah menyebarkan imbauan maut ini.

3. Pengumuman di Media Cetak Bikin Rakyat Makin Keder

Tidak berhenti sampai spanduk dan selebaran, beberapa media cetak kenamaan tak ketinggalan untuk membantu pemerintah menyebarkan peringatan mematikan ini.
Tercatat kala itu koran Kedaulatan Rakyat memuat tulisan bernada menakutkan. Tajuknya, “Ada 1.911.000 Orang Buta, Setelah Gerhana Matahari Total Berapa?”
Ulasan itu juga tak luput untuk memperingatkan masyarakat agar tidak menambah-nambahi jumlah orang buta di Indonesia dengan tidak menonton langsung gerhana.
Sarannya, tontonlah lewat TVRI atau dengarkan lewat RRI saja

4. Pemerintah Hancurkan Belasan Kacamata Gerhana dan Buku-Buku Terkait

Saking takutnya rakyat bakal tetap penasaran, pemerintah juga melakukan aksi pemusnahan kacamata gerhana yang dibikin oleh sebuah rumah usaha di Bandung.
Jumlahnya sendiri tidak tanggung-tanggung, 18 ribu lebih.
Aksi ini juga diimbangi dengan dihancurkannya buku-buku terkait gerhana. Misalnya karya terbitan PT Promosi Nusantara.
Buku berjudul Buku Pemandu Wisata Gerhana Matahari Total ini juga ditarik dari peredaran dan dihancurkan.
Dalam buku itu diceritakan cara membuat alat sederhana untuk melihat gerhana.

4. Pemerintah Hancurkan Belasan Kacamata Gerhana dan Buku-Buku Terkait

Saking takutnya rakyat bakal tetap penasaran, pemerintah juga melakukan aksi pemusnahan kacamata gerhana yang dibikin oleh sebuah rumah usaha di Bandung.
Jumlahnya sendiri tidak tanggung-tanggung, 18 ribu lebih.
Aksi ini juga diimbangi dengan dihancurkannya buku-buku terkait gerhana. Misalnya karya terbitan PT Promosi Nusantara.
Buku berjudul Buku Pemandu Wisata Gerhana Matahari Total ini juga ditarik dari peredaran dan dihancurkan.
Dalam buku itu diceritakan cara membuat alat sederhana untuk melihat gerhana.


5. Segala Jimat pun juga Diberangus

Lucunya, meskipun begitu gencar diberitakan, namun masih banyak lho orang-orang yang penasaran dengan fenomena ini. Bahkan sampai rela membeli jimat-jimat yang konon bakal bikin penggunanya kebal dengan gerhana matahari.
Di Madura ada orang-orang yang memanfaatkan ini dengan menjual jimat-jimat langsung pakai seharga seribu rupiah.
Tak hanya di tanah Sakera saja, jimat-jimat ini juga ditemukan di Manado.
Pemerintah yang tak mau kecolongan langsung melakukan penyitaan besar-besaran terhadap jimat-jimat ini. Rakyat pun makin ngeri dan akhirnya memilih nurut untuk tidak penasaran lagi.
Pada akhirnya, seperti yang sudah terjadi, hampir semua orang bersembunyi di rumahnya masing-masing saat kejadian.
Hal ini mengakibatkan aktivitas sepi sekali di mana pun kala itu
6. Apakah Gerhana 1983 Benar-Benar Mematikan?

Kalau bukan karena bahayanya yang nyata, lalu kenapa pemerintah sampai melakukan segala hal yang sangat menghebohkan itu?
Kesannya memang seolah seperti itu, tapi biarkan para pakar menjelaskan kebenarannya.
Peneliti Utama Astronomi dan Astrofisika LAPAN, Thomas Djamaluddin, tertawa dengan hal ini dan mengatakan apa yang dilakukan pemerintah saat itu adalah pembodohan publik.
Ia mengatakan kalau momen GMT tidak berbahaya, justru peristiwa langka yang harus disaksikan karena jarang terjadi.
Kenyataannya pun memang demikian, di kala orang-orang Indonesia kebanyakan bersembunyi di kolong tempat tidur mereka, banyak wisatawan asing berdatangan sambil membawa teropong masing-masing.
Lucu ya, rakyat dulu begitu nurut ketika pemerintah memberi imbauan.
Sebenarnya bukan salah pemerintah juga sih, orang-orang dulu memang masih percaya klenik-klenik yang mengatakan jika momen gerhana matahari adalah saat di mana muncul raksasa besar yang akan memakan apa pun.
Terlepas dari semua hal ini, tentulah ada alasan khusus kenapa pemerintah memberi peringatan seperti itu. Tidak mungkin juga kan orang-orang cerdas di pemerintahan juga percaya hal tersebut?

sumber : http://kaltim.tribunnews.com/2016/01/29/sederet-fakta-lucu-yang-dialami-warga-indonesia-saat-gerhana-matahari-total-1983?page=1

Gencarnya Larangan Melihat Gerhana 1983 Bikin Sulawesi Selatan Sepi


Gencarnya Larangan Melihat Gerhana 1983 Bikin Sulawesi Selatan Sepi Foto: Ilustrator: Mindra Purnomo
Jakarta - Kehebohan gerhana matahari total 11 Juni 1983 tak hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi juga di Sulawesi Selatan. Sama seperti di Jawa, gerhana disambut dengan kecemasan karena pemerintah setempat gencar mengampanyekan bahaya kebutaan jika melihat gerhana secara langsung.

"Waktu itu ada larangan melihat langsung gerhana matahari total karena bisa menyebabkan kebutaan," kata Mohammad Noerman (61) yang saat gerhana terjadi berada di Pangkep, Sulawesi Selatan. "Bahkan ada beberapa petugas yang melarang warga agar tidak berlalu lalang jika tidak ada keperluan," katanya.

Menurutnya, mitos-mitos seputar gerhana tak terlalu berpengaruh kepada warga Pangkep. Namun imbauan pemerintahlah yang membuat mereka takut. Menjelang gerhana, kata dia, ustad di masjid berkali-kali mengingatkan agar jangan melihat gerhana karena bisa buta.

Noerman bercerita, saat itu ia juga awalnya takut dan berdiam di dalam rumah. Tapi akhirnya ia nekat melihat keluar dan semua jendela rumah tetangganya tertutup rapat. Jalan-jalan pun dilihatnya sepi.

Noerman yang saat ini menetap di Pamulang, Banten, naik ke lantai dua rumahnya dan menikmati gerhana matahari dengan memakai kacamata las. Ia masih ingat saat gerhana matahari total suasana sempat gelap seperti mendadak menjadi seperti dini hari.

Gerhana matahari total 1983 melintasi Jawa lalu bergerak Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, lalu berakhir di sisi selatan Papua. Sejak 1901, ini pertama kali jalur gerhana melintasi Jawa. Gerhana matahari total akan melintasi Indonesia lagi pada 9 Maret 2016, yakni melewati Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara.

sumber : http://news.detik.com/berita/3130957/gencarnya-larangan-melihat-gerhana-1983-bikin-sulawesi-selatan-sepi

Gerhana Matahari 1983 Jadi Inspirasi Lukisan Maestro Affandi


Gerhana Matahari 1983 Jadi Inspirasi Lukisan Maestro Affandi Foto: Bagus

Yogyakarta - Maestro lukis Affandi ternyata mendapat inspirasi salah satu lukisannya dari peristiwa Gerhana Matahari Total 11 Juni 1983. Gerhana itu ia tuangkan ke atas kanvas memakai cat minyak.

Affandi mengaku kecewa karena awalnya sempat mengikuti anjuran pemerintah yang meminta warga tidak melihat langsung gerhana agar tidak buta. Saat itu masyarakat diminta menonton siaran langsung di TVRI. "Takut dan manut anjuran pemerintah," ujarnya seperti dikutip harian Kedaulatan Rakyat (5/6/1983).

Affandi akhirnya nekat menengok keluar dari rumah sekaligus museumnya di pinggir Sungai Gajah Wong, Yogyakarta. Ternyata, kata dia, sinar matahari saat gerhana itu indah sekali. "Tidak seperti di TVRI," kata Affandi.

Akibatnya, Affandi merasa lukisannya kurang sempurna. Seandainya saat gerhana bisa menghayati obyeknya secara menatap langsung, Affandi yakin akan lebih bagus hasilnya.

Lukisan gerhana versi Affandi adalah saat gerhana matahari total sedang pada puncaknya di mana surya terlihat seperti bola hitam dengan korona di sekitarnya. Di sebelahnya, Affandi melukis diri sedang berdiri.

Lukisan berukuran 1 x 1,5 meter itu diselesaikannya dalam waktu sekitar 1,5 jam. Tidak jelas bagaimana nasib lukisan ini sekarang dan siapa pemiliknya.

sumber : http://news.detik.com/berita/3130179/gerhana-matahari-1983-jadi-inspirasi-lukisan-maestro-affandi

9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983

9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983 
Jakarta - Dengan alasan mencegah kebutaan massal, pemerintah menjelang gerhana matahari total 11 Juni 1983 mengeluarkan macam-macam instruksi kepada masyarakat. Kini imbauan itu mungkin terdengar tak masuk akal, namun saat itu mayoritas masyarakat menaatinya. Berikut ini sembilan imbauan tersebut

9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983 
Pejabat Gubernur Jawa Tengah Ismail menyerukan agar masyarakat masuk ke rumah saat mendengar sirene dimulainya gerhana. Ia menginstruksikan semua jendela, genting, dan semua lubang yang memungkinkan sinar matahari masuk rumah agar ditutup. Masyarakat juga diminta tidak bepergian keluar desa selama gerhana.
9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983 
Selain mencegah sinar matahari masuk rumah dengan menutup jendela, genting kaca, dan ventilasi, ternyata sumur pun harus ditutup. Kromo (57), penduduk Desa Tambakboyo, Boyolali, Jawa Tengah, mengatakan Lurah menyuruhnya menutup sumurnya saat gerhana. Tapi tak dijelaskan, bahaya yang akan terjadi bila sumur tak ditutup.

9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983 
Kanwil Departemen Penerangan Jawa Tengah menyebarkan himbauan yang dikutip media cetak bahwa pada 11 Juni 1983 mobil boleh berjalan seperti biasa, namun kaca mobil harus ditutup demi mencegah masuknya sinar matahari. Tapi tidak disebutkan bagaimana cara menutupnya agar pengemudi tetap bisa menjalankan mobil dengan aman.

9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983 
Gubernur Jawa Timur Sunandar Priyosudarmo menganjurkan warganya menonton gerhana di televisi. Ia mengingatkan agar jika ada tetangga yang tak punya televisi, maka wajib diajak menonton di rumah warga yang punya televisi. Bahkan ia meminta televisi dibawa ke masjid atau langgar, supaya usai salat gerhana bisa menonton bersama-sama.



9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983 
Gubernur Jawa Timur Sunandar Priyosudarmo meminta kendaraan umum dan kendaraan pribadi yang kebetulan ada di jalan saat gerhana tidak berhenti. Pengemudi dianjurkan terus menjalankan kendaraannya, jangan sampai memberi kesempatan kepada penumpang untuk memperhatikan gerhana matahari secara langsung. Melihat gerhana disebutnya bisa mengakibatkan mata buta

9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983

Pemerintah Kabupaten Boyolali meminta petani mencari rumput lebih banyak sehari sebelum gerhana. Sehingga pada 11 Juni 1983, mereka tak perlu keluar mencari pakan ternak dan berdiam saja di dalam rumah.

9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983 Foto: Gerhana Matahari Total di Taiwan
Bupati Sukoharjo Gatot Amrih memerintahkan semua pegawai pemerintah kabupaten agar pulang ke rumah dua jam sebelum gerhana. Walau tidak libur, bupati meminta mereka pulang dan mendekap anak-anak di rumah. "Mendekap anak di saat gerhana adalah perintah Bupati, biarlah matahari saja yang buta, jangan kita."
 
9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983 Foto: Istimewa/Getty Images
PJKA Jatim meminta karyawannya tidak melihat gerhana secara langsung. Kereta yang akan berangkat pada saat berlangsungnya gerhana, jadwalnya harus diundur agar penumpang terhindar dari kebutaan karena melihat gerhana dari jendela kereta. Jika jadwal tak bisaSementara yang berangkat diminta penumpang tidak melihat gerhana lewat jendela.

9 Imbauan Aneh Jelang Gerhana Matahari Total 1983 Foto: Ilustrasi: Mindra Purnomo
Ketua Semarang Photo Club Lukito menyerukan kepada masyarakat khususnya penggemar fotografi agar tidak memotret gerhana karena bisa mengakibatkan kebutaan total. Gerhana juga merusak lightmeter kamera.






Saat Aparat Menyita Teropong dan Kacamata Gerhana Tahun 1983


Saat Aparat Menyita Teropong dan Kacamata Gerhana Tahun 1983 
Yogyakarta - Peristiwa Gerhana Matahari Total (GMT) atau Total Solar Eclipse yang terjadi pada hari Sabtu 11 Juni 1983 mendapat perhatian serius pemerintahan Orde Baru waktu itu. Rakyat tidak boleh melihat secara langsung proses terjadinya GMT yang berlangsung pada puku 11.29'.27" atau selama lebih dari 5 menit itu.

Hampir semua daerah di pulau Jawa bisa menyaksikan peristiwa GMT. Namun rakyat hanya bisa menyaksikan siaran dari televisi. Rakyat tidak boleh melihat atau menatap langsung GMT dengan alasan ancaman bahaya radiasi.

Berbagai cara pun dilakukan, termasuk berusaha meraih keuntungan dari peristiwa GMT. Seperti yang termuat dalam berita Harian Kedaulatan Rakyat pada Rabu Pon, tanggal 1 Juni 1983 dan Sabtu, 11 Juni 1983 terdapat berita menarik.

Pertama, "Beredar Di Pasaran Bebas, Disita Polri Jatim 20 Teropong GMT". Kedua, berjudul "900 Kacamata GMT Disita Polri di Tuban".
dok. Kedaulatan Rakyat

Pada berita pertama disebutkan "Polri Kodak X Jawa Timur berhasil menyita sekitar 20 teropong untuk melihat Gerhana Matahari Total (GMT) yang dijual di pasaran bebas. Penjualan teropong GMT tersebut dilengkapai dengan petunjuk pemakaiannya. Alat tersebut beredar di Surabaya dan Kecamatan Rengel Kabupaten Bojonegoro.

Dalam berita itu Asisten Kodak X Jawa Timur (tanpa disebut nama dan jabatan-red) menyatakan semua benda yang dijual untuk melihat GMT dianggap tidak sah. Alasannya tidak ada alat apapun yang aman untuk melihat GMT.

Penyitaan teropong GMT itu merupakan satu kegiatan pengamanan menyambut GMT 11 Juni 1983. Polri bertugas mengamankan masyarakat, para pengamat (turis asing dan domestik) dan memberikan penerangan kepada masyarakat.

Untuk penerangan pada masyarakat akan secara langsung memberikan penerangan melalui televisi dan penyebaran pamflet. Penerangan mengenai GMT juga akan dilakukan menggunakan heli di daerah Madiun, Kediri, Malang, Bojonegoro dan Surabaya.

Di berita tersebut masyarakat juga dianjurkan untuk tidak membeli peralatan optik dan menyaksikan siaran dari televisi.

Sedangkan berita lainnya berjudul "900 Kacamata GMT Disita Polri di Tuban". Dua petugas Brigade Kendaraan (Brimob-red), Serda (Pol) Sumantri dan Serda Sugeng menggerebeg empat pengedar kacamata GMT di sebuah Rumah Makan di Jl Basuki Rahmad, Tuban. 900 kacamata GMT dan surat ijin dari LIPI dan LIN tertanggal 6 Mei 1983.

Menurut pengakuan empat oknum itu, masing-masing JS (36), HS (42), SS (36) dan SN (32) sebagian kacamata sudah laku dijual di Semarang, Rembang, Yogyakarta, Solo dan Tuban.

Di depan Dansat Brigade Kendaraan, Lettu Zaenuri, kacamata dijual dengan harga Rp 400 ribu-600 ribu/buah. Mereka berani menjual kacamata karena sudah ada ijin dari LIPI dan LIN yang ditandatangani Joko Pitono selaku kepala divisi media dan penanggungjawab serta mendapat rekomendasi dari Observatorium Boscha Lembang Bandung.

Untuk pengusutan mereka diserahkan ke Dansat Serse Kores 1962 Tuban. Mereka tidak ditahan, namun diawasi petugas dan akan dilepaskan setelah GMT 11 Juni 1983.

Petugas juga meragukan surat ijin yang dikeluarkan dengan tanggal 6 Mei itu karena pada tanggal 11 Mei 1983, pemerintah melarang penjualan alat-alat untuk melihat GMT. Jadi surat itu tidak berlaku lagi.

Alat kacamata yang dijual empat orang itu berupa teropong kardus berbentuk kotak panjang yang dilengkapi kaca film negatif. Di bagian atas tertulis GMT Sabtu, 11 Juni 1983.

sumber : http://news.detik.com/berita/3124589/saat-aparat-menyita-teropong-dan-kacamata-gerhana-tahun-1983